ID Realita– APBD Pati untuk tahun 2025, ditetapkan oleh PJ Bupati Pati bersama DPRD pada bulan Desember 2024. Sementara sebulan sebelum penetapan anggaran, pada November 2024, Sudewo telah memenangkan Pilkada Bupati  berdasarkan perhitungan KPUD Pati.

‎Meski belum sah dilantik, Sudewo sudah mengintervensi pemerintahan dengan meminta Kepala BPKAD saat itu, Sukardi, agar sebagian anggaran tidak dicairkan sampai ia resmi menjabat. Hal ini terungkap dalam sidang Pansus Hak Angket Pemakzulan Bupati Pati Sudewo di DPRD yang menghadirkan mantan Kepala BPKAD, Sukardi.

‎Perintah tersebut membuat sejumlah proyek terhenti, membingungkan pejabat, dan menimbulkan ketidakpastian di lapangan.

‎Dari awal, mental preman Sudewo untuk membegal anggaran sudah terlihat. Dengan arogan mengabaikan ketetapan yang telah disepakati bersama. Tidak menghormati proses demokratis yang telah dilewati dari Musrenbangdes hingga Musrenbang kabupaten.

‎Setelah resmi menjabat Bupati pada Februari 2025, Sudewo langsung melakukan realokasi anggaran besar-besaran, mengumpulkan semua pos yang bisa ditunda dengan dalih efisiensi.

‎Babak berikutnya lebih dramatis. Baru ketahuan kemana anggaran masing-masing OPD dialihkan Sudewo. Maret 2025, terbit Perbup No. 5/2025 sebagai penjabaran APBD. Lalu Juli 2025, dalam Perubahan APBD, muncul anggaran infrastruktur jalan melonjak gila-gilaan, dari Rp40 miliar menjadi Rp330 miliar. Kenaikan hampir tujuh kali lipat ini diambil dari pemangkasan 80 persen anggaran OPD lain. Artinya, sekolah, puskesmas, dan pelayanan sosial—semua dipotong demi betonisasi jalan ala Sudewo.

‎Hampir semua OPD menjerit dalam hati karena tidak berani berkata apa-apa. Dengan sisa anggaran hanya 20%, kegiatan OPD hampir lumpuh, sementara anggaran terpusat di Dinas PU untuk infrastruktur jalan.

‎Korban pertama pembegalan anggaran oleh preman arogan Sudewo adalah sektor kesehatan. RSUD Soewondo terpaksa melakukan PHK 220 karyawannya tanpa pesangon karena tidak ada biaya.

‎Kenapa Sudewo mengalihkan anggaran besar untuk perbaikan jalan?
‎Semua orang tahu, infrastruktur adalah sektor paling empuk untuk dikorupsi. Anggaran ratusan miliar untuk jalan beton jelas lebih mudah “disunat” dibanding sektor kesehatan atau pendidikan. Sudewo bahkan sudah punya rekam jejak buruk menerima komisi dari pembangunan jalan kereta api (DJKA). Setelah ketahuan, uang komisi tersebut buru-buru dikembalikan ke KPK, tapi itu tidak menghilangkan mental korupnya. KPK pun sudah berstatemen bahwa unsur pidana tetap ada meski uang dikembalikan.

‎Dari sini jelas terlihat, Sudewo bukanlah seorang pemimpin, melainkan preman arogan pembegal anggaran. Aktor drama murahan. Ia gagal menjaga amanah rakyat, gagal memegang integritas, dan menjadikan APBD sebagai ladang basah.

‎Anggaran APBD yang sudah dialokasikan setiap sektor, melalui proses panjang, dibegal di tengah jalan dengan gaya preman arogan.

‎Bupati seperti ini tidak lagi butuh dikritik—tapi layak dimakzulkan.

Sumber: NEW KAAP “KOMUNITAS ANAK PATI”