ID Realita – Program internet gratis yang diluncurkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, telah memberikan dampak positif bagi masyarakat desa, terutama di daerah yang sebelumnya tidak memiliki akses internet. Inisiatif ini bertujuan untuk mengatasi masalah blankspot, yaitu wilayah yang tidak terjangkau oleh jaringan internet.

‎Salah satu contoh keberhasilan program ini dapat dilihat di Desa Wisata Balerante, yang terletak di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Sebelumnya, desa ini mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses internet, yang menghambat perkembangan dan promosi potensi wisata lokal.

‎Dengan adanya akses internet publik, masyarakat di Desa Balerante kini dapat memanfaatkan teknologi untuk berbagai keperluan, termasuk pendidikan, komunikasi, dan pengembangan usaha.

‎Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Tengah, Agung Hariyadi, melakukan pemantauan sambungan internet di Balerante sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memperluas akses digital ke daerah terpencil.

“Internet tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga motor penggerak perekonomian dan pelayanan publik di era digital,” ujarnya dalam keterang tertulisnya, Minggu (5/9/2025).

Program ini memprioritaskan empat kategori desa, yaitu desa blankspot, desa wisata, desa dengan kemiskinan ekstrem, dan desa rawan bencana. Setiap kategori memiliki tujuan spesifik, seperti mendukung promosi destinasi wisata dan produk UMKM lokal di desa wisata agar dapat dikenal lebih luas, bahkan di pasar global.

Hingga saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menyediakan jaringan internet di 866 titik desa blankspot dan 327 desa pada tahun 2025. Gubernur Ahmad Luthfi menargetkan agar seluruh wilayah blankspot di Jawa Tengah dapat terhubung dengan internet pada tahun 2029, menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan akses digital di seluruh provinsi.

‎Ia mengungkapkan bahwa di Kabupaten Klaten terdapat beberapa desa yang sebelumnya tidak memiliki akses internet, namun kini telah mendapatkan fasilitas internet dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Salah satu desa yang mendapatkan fasilitas ini adalah Desa Tumpukan di Kecamatan Karangdowo, yang titik pasangnya berada di balai desa.

‎Selain itu, terdapat juga empat desa wisata yang telah dilengkapi dengan akses internet, yaitu Desa Balairante dan Desa Tegalmulyo di Kecamatan Kemalang, Desa Sidowayah di Kecamatan Polanharjo, serta Desa Grundul di Kecamatan Kebonarum. Masing-masing desa wisata ini memiliki titik pasang internet yang strategis, seperti di lokasi wisata alam dan sumber air, untuk mendukung pengembangan pariwisata dan meningkatkan konektivitas di daerah tersebut.

‎”Penyediaan akses internet publik di Jawa Tengah menggunakan perangkat wifi outdoor dengan kapasitas bandwidth 20 Mbps. Jaringan ini tidak memerlukan kata sandi dan dapat diakses dengan nama “JatengNgopeniNglakoni”, yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan layanan internet”, jelasnya.

‎“Harapannya, masyarakat tidak hanya melek digital, tetapi juga mampu memanfaatkan internet untuk meningkatkan kesejahteraan,” kata Agung.

‎Penyedia layanan intenet, Zizik Mudiono, menuturkan, pihaknya bekerja sama dengan Diskominfo Jateng dalam pemasangan sambungan internet. Pemasangannya dibutuhkan kerja keras dengan menarik kabel fiber optik sejauh 5 kilometer dari tiang distribusi terakhir menuju Kalitalang, lokasi wisata di Balerante.

‎“Kami juga menambah 11 tiang baru, agar jaringan bisa sampai ke titik wisata Kalitalang ini. Prosesnya memakan waktu sekitar 15 hari, jauh lebih lama dibandingkan pemasangan normal yang biasanya selesai dalam satu hari,” terangnya.

‎Zizik menambahkan, jaringan yang dipasang memiliki kapasitas 20 Mbps, dengan radius layanan sekitar 150 meter. Meskipun secara teknis menantang, terutama karena medan yang sulit, dukungan masyarakat sekitar sangat besar.

‎“Begitu internet menyala, UMKM di sini mulai hidup. Pengunjung bisa membayar nontunai lewat QRIS, promosi wisata lewat Instagram, TikTok, dan YouTube juga lebih lancar. Wisatawan bisa langsung mengunggah dokumentasi perjalanan mereka dari lokasi,” ujarnya.

Ketua Pengelola Wisata Kalitalang, Jainu, mengungkapkan bahwa sebelum adanya internet, banyak pengunjung, terutama generasi muda, yang batal berbelanja di warung dan membeli tiket masuk karena tidak ada opsi pembayaran nontunai seperti QRIS.

Menurut Jainu, perubahan signifikan terjadi setelah akses Wi-Fi tersedia; generasi muda sekarang lebih nyaman datang hanya dengan membawa ponsel mereka. Jika penjual tidak menyediakan opsi pembayaran digital, mereka cenderung pergi, menunjukkan betapa pentingnya teknologi dalam menarik pengunjung.

Data dari pengelola menunjukkan peningkatan jumlah kunjungan yang drastis. Pada tahun 2024, diperkirakan sekitar 59.000 wisatawan berkunjung, tetapi setelah internet terpasang pada 2025, jumlah kunjungan hingga September 2025 mencapai 125.000 orang. Rata-rata kunjungan harian menunjukkan lonjakan signifikan, mulai dari 200-300 orang pada hari kerja hingga 1.500-1.700 orang pada akhir pekan.

‎Jainu mencatat bahwa para wisatawan kini lebih betah dan cenderung mampir untuk menikmati makanan dan minuman, yang berdampak positif bagi perekonomian warga sekitar.

‎Selain mendukung transaksi digital, keberadaan internet juga memberikan manfaat dalam pengelolaan wisata di daerah rawan bencana Merapi. Jaringan Wi-Fi memungkinkan pengelola dan masyarakat untuk mengakses informasi terkini dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) yang diperbarui setiap enam jam. Dalam situasi darurat, hal ini memungkinkan pengelola untuk segera memberikan informasi kepada pengunjung, sehingga meningkatkan keamanan dan kenyamanan saat berwisata di kawasan tersebut.